ISRAEL KERIKIL PIAGAM ASEAN
Heru Susetyo
Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok
Pada 20 November 2007 di Singapura ke-sepuluh pemimpin negara ASEAN telah menandatangani piagam ASEAN (ASEAN Charter). Wadah kerjasama negara-negara Asia Tenggara yang berdiri sejak 8 Agustus 1967 itu kini memiliki jatidiri baru. Yaitu sebagai subyek hukum (legal personality), sebagai institusi yang memiliki akuntabilitas dan sistem kepatuhan tertentu, dan sebagai komunitas bersama di wilayah ekonomi (economic community), politik dan keamanan (political and security community) dan sosial kebudayaan (socio-cultural community). Kendati yang terakhir ini baru akan terwujud pada tahun 2015.
Empat puluh tahun menunggu, ASEAN kini siap melangkah progresif menuju kerjasama institusional baru yang meninggalkan sekat-sekat negara (state centric) menuju kesejahteraan bersama masyarakat ASEAN (ASEAN people oriented). Sayangnya, jalan ke arah sana tidak mudah. Ada sejumlah kerikil yang membuat jalan ke arah masyarakat ASEAN kurang mulus.
Salah satu kerikil tersebut adalah isu Israel. Sebagaimana diketahui, negara-negara ASEAN menyikapi keberadaan Israel dan isu Palestina secara berbeda. Bagaimanakah perbedaan penyikapan terhadap Israel ini mempengaruhi laju pembentukan masyarakat ASEAN utamanya sebagai entitas hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) serta sebagai masyarakat ekonomi yang satu?
Piagam ASEAN
Piagam ASEAN menegaskan keberpihakan negara-negara ASEAN terhadap nilai-nilai demokrasi (democratic values), penghargaan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan dasar manusia (human rights and fundamental freedom), supremasi hukum (rule of law) dan asas-asas kepemerintahan yang baik (good governance). Sikap ini ditegaskan pada bagian pembukaan, maksud dan juga pada prinsip-prinsip dasar.
Mandat berikutnya dari piagam ASEAN adalah pembentukan badan HAM ASEAN (human rights body) sebagai organ baru dalam institusi ASEAN, yang memiliki mekanisme hukum tersendiri dengan tujuan untuk memajukan dan melindungi HAM dan kebebasan dasar masyarakat ASEAN. Sayangnya, badan baru ini belum dapat segera bekerja karena memerlukan sejumlah kesepakatan dan pertemuan lanjutan.
Selanjutnya, piagam ASEAN juga menegaskan keberadaan komunitas bersama di wilayah ekonomi (economic community), politik dan keamanan (political and security community) dan sosial kebudayaan (socio-cultural community) melalui pembentukan sejumlah Dewan terkait.
Masyarakat ekonomi ASEAN adalah gagasan yang telah lahir lebih dari sepuluh tahun. Pertemuan di Kuala Lumpur tahun 1997 melahirkan visi ASEAN 2020, yaitu ASEAN sebagai wilayah yang stabil, sejahtera, berdaya saing tinggi, dengan pertumbuhan ekonomi yang sehat dengan meminimalisir kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Pada pertemuan Bali tahun 2003, visi ini diperjelas dengan menjadikan ASEAN Economic Community (AEC) sebagai tujuan integrasi ekonomi regional. Akhirnya, pada pertemuan tahun 2007 di Cebu, pemimpin ASEAN menyepakati percepatan pembentukan masyarakat ASEAN (ASEAN community) dari tahun 2020 menjadi 2015. Salah satu capaian terpenting dari kesepakatan tersebut adalah bahwa pada tahun 2015 dan seterusnya ASEAN akan menjadi kawasan perdagangan bebas. Bebas dalam aliran barang, jasa, investasi, aliran modal, maupun tenaga kerja profesional.
Israel dan ASEAN
Apabila dibuat pemeringkatan tentang hubungan Israel dan negara-negara ASEAN, secara garis besar terdapat tiga golongan. Indonesia, Malaysia, dan Brunei berada pada posisi berseberangan dengan Israel. Thailand, Philippina, Singapura, Vietnam dan Myanmar pada posisi intim. Dan Cambodia serta Laos pada posisi biasa.
Hingga kini Israel tak memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Juga tak memiliki hubungan ekonomi/ perdagangan melalui saluran resmi. Kendati bukan rahasia umum bahwa hubungan dagang dan pariwisata sudah terjalin melalui saluran tidak resmi, utamanya oleh pelaku-pelaku pasar non negara (non state actors). Sudah cukup banyak warga Indonesia yang berwisata ke Jerusalem. Bahkan, pada bulan September 2007 ini tersiar rencana investasi group bisnis Israel, Merhav, dalam penanaman tanaman jarak pagar di lahan seluas 100 ribu hektar senilai Rp 6 trilyun di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Kabar ini segera saja memicu timbulnya aksi penolakan besar-besaran di Indonesia.
Dasar utama penolakan ketiga negara di atas adalah pendudukan ilegal Israel terhadap tanah Palestina sejak tahun 1948 melalui jalan kekerasan dan agresi militer. Kini, hampir enampuluh tahun penjajahan itu, bangsa Palestina tetap belum dapat mereguk kembali kemerdekaannya di negerinya sendiri, kecuali secuil kebebasan semu di Jalur Gaza dan Tepi Barat. Ribuan lainnya telah tewas, teraniaya, menjadi pengungsi ataupun orang tanpa kewarganegaraan (stateless persons) yang hidup terlantar di negara-negara sekitar Israel.
Sebaliknya, Thailand, Philippina, Singapura, Myanmar, dan Vietnam memiliki pola hubungan yang relatif intim. Berdasarkan catatan situs Deplu Israel, Myanmar menjalin hubungan diplomatik dengan Israel sejak tahun 1949, Philippina sejak tahun 1957, Thailand sejak tahun 1958, Singapura sejak tahun 1969, serta Vietnam, Laos dan Cambodia pada tahun 1993. Israel memiliki perwakilan di semua negara tersebut di atas, kecuali Cambodia yang diintegrasikan dengan Thailand, dan Laos yang diintegrasikan dengan Vietnam. Timor Leste, kendati belum bergabung secara resmi dengan ASEAN, namun telah merintis hubungan diplomatik dengan Israel melalui Kedubes Israel di Singapura sejak tahun 2002.
Tidak sekedar kesemua negara di atas telah memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Namun juga telah terjalin kerjasama ekonomi dan kultural yang relatif baik.
Pemukim Yahudi telah tinggal di Thailand sejak abad 17 hingga kini. Komunitas Yahudi kini berjumlah sekitar 300 jiwa yang kebanyakan tinggal di Bangkok dan berusaha di bidang perhiasan dan berlian. Tak heran, di Thailand kini ada lima sinagog Yahudi yang tersebar di tiga kota utama Thailand. Juga, tak sulit menemukan pesawat-pesawat Israel (El Al) bertengger di Bandara Suvarnabhumi Bangkok. Sama mudahnya dengan menemukan komunitas Yahudi berbelanja di Mal-Mal besar kota Bangkok lengkap dengan atribut topi kippa/ yarmulke-nya. Pada tahun 2003, tercatat 100.000 wisatawan Israel berwisata ke Thailand. Lebih dari itu, kerjasama antara Israel dan Thailand telah merambah bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan masyarakat, dan juga pertanian (Jewishvirtuallibrary, 2007).
Singapura bahkan lebih maju lagi. Studi Herry Nurdi (2007) menyebutkan bahwa Israel turut membangun dan mendesain sistem pertahanan dan keamanan Singapura sejak awal kemerdekaannya tahun 1965. Singapura membeli 30 tank Israel tidak lama setelah kemerdekaannya yang merupakan lonjakan monumental di Asia Tenggara ketika itu. Kerjasama bilateral ini belakangan meluas menjadi kerjasama ekonomi dan perdagangan dimana kemudian investasi Israel membanjiri Singapura untuk kemudian berekspansi ke negara-negara Asia Tenggara yang lain.
Philippina adalah contoh yang lebih ekstrem. Harian Phillipine Star (27/11/2007) pada bagian headline-nya memuat foto besar bendera Israel dan bendera Philippina yang diletakkan berdampingan di tepi Laut Mati, Israel, sebagai penanda limapuluh tahun hubungan diplomatik Israel dan Philippina. Kedua bendera tersebut berukuran sangat besar dan memecahkan rekor Guiness Book sebagai bendera terbesar di dunia. Pembuatnya adalah seorang pengusaha dan rohaniawati Philippina, Christian Grace Galindez-Gupana sebagai manifestasi cintanya pada negara dan rakyat Israel.
Masih menurut Philippine Star, Philippina telah menjadi tempat pelarian warga Yahudi yang menjadi korban NAZI sejak perang dunia ke II. Manuel Quezon, Presiden Philippina ketika itu, menerima dengan tangan terbuka kehadiran warga Yahudi yang teraniaya dari Eropa. Quezon memfasilitasi proyek pemukiman pengungsi Yahudi di Markina dan merencanakan pembukaan pertanian untuk 35.000 pengungsi Yahudi di Mindanao para perang dunia II. Hingga kini hubungan tersebut terus berlanjut. Pekerja migran Philippina di Israel kini mencapai 31.000 jiwa.
Myanmar, kendati kini bergelimang konflik, sejatinya adalah negara tertua yang menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Yaitu sejak tahun 1949. Setahun saja setelah proklamasi negara Israel. Kerjasama Israel dengan Myanmar telah terjalin sejak tahun 1950-an utamanya kerjasama militer dan pertahanan. Myanmar adalah pembeli pesawat tempur Israel juga senapan otomatis 9mm UZI sejak tahun 1950 –an.
Vietnam juga, kendati baru membuka hubungan diplomatik Israel sejak tahun 1993, telah menjalin kerjasama perdagangan yang baik dengan Israel. Neraca ekspor Israel pada tahun 2005 adalah 21.6% (berbanding 21.2%), dimana Israel utamanya mengekspor fertilizer, bahan kimia, perangkat telekomunikasi, perangkat keamanan, dan teknologi pertanian. Sementara, Vietnam mengekspor sepatu, hasil pertanian, kerajinan, dan tekstil ke Israel.
Mengelola Kerikil
Memang kerikil masyarakat ASEAN bukan hanya Israel. Ada kerikil-kerikil internal seperti otoritarianisme junta militer Myanmar, separatisme di Philippina, Thailand, dan Indonesia, rasialisme di Malaysia, hingga kemiskinan di Cambodia. Namun isu Israel yang lebih berdimensi ideologis sungguh adalah suatu kerikil serius yang berpotensi kontraproduktif bagi masyarakat ASEAN. Negara-negara anggota ASEAN yang sedang menuju subyek hukum (legal personality) dan tengah menggagas mekanisme HAM tersendiri, dapat bersikap berbeda ketika sampai pada Isu Israel. Dapat dibayangkan bahwa Indonesia, Malaysia, dan Brunei akan berada pada satu blok dan ketujuh negara ASEAN lainnya pada blok yang lain ketika berbicara tentang isu Israel.
Masyarakat dan pasar bebas ASEAN 2015 juga dapat menjumpai masalah ketika salah satu atau lebih negara, baik pemerintah maupun unsur swastanya, berkolaborasi dengan Israel dalam aliran produk, jasa, modal, investasi ataupun pekerjanya ke negara lain di lingkungan ASEAN. Satu hal yang sah-sah saja dilakukan atas nama komunitas ekonomi bersama. Namun menjadi tidak sederhana, ketika nama Israel diikutkan dalam aliran bisnis tersebut.
Maka, salah satu agenda lanjutan sekaligus tantangan ASEAN pasca penandatanganan ASEAN Charter November 2007 adalah bagaimana mengelola isu Israel (dan juga Palestina) secara bijak. Bagaimana menghargai kebijakan dan politik luar negeri masing-masing negara (dalam hubungannya dengan Israel) dengan tetap menekankan kebersamaan menuju ASEAN community 2015. Juga, yang harus dengan serius dipikirkan, adalah bagaimana masyarakat ASEAN dan utamanya negara Indonesia dapat berperan besar dalam penciptaan perdamaian di Timur Tengah dengan perhatian utama pada pengakuan hak-hak bangsa Palestina yang telah teraniaya nyaris enampuluh tahun lamanya di tanahnya sendiri.
Wallahua`lam
Bangkok, 4 Desember 2007
Leave a Reply