KARIMAH :
PERJUANGAN PANJANG MUALAF DI NEGERI MANTAN KOMUNIS
Heru Susetyo, Kontributor Tarbawi di Thailand, melakukan perjalanan ke Austria dan Jerman pada akhir Oktober 2008 sebagai partisipan dari Salzburg Global Seminar on Islamic Law and International Law. Dalam seminar tersebut Heru Susetyo berjumpa dan mewawancara dua muslimah luar biasa, masing-masing adalah Karimah, mualaf sekaligus pejabat tinggi Kementerian Kehakiman Republik Ceko dan Famille Fatma Arslan, pengacara muslimah pertama di Nederland yang menggunakan hijab. Berikut petikan wawancara dengan Karimah.
Republik Ceko (Czech Republic) adalah negeri kecil di Eropa Tengah berpenduduk 10 juta jiwa dengan luas hanya seperduapuluh luas Indonesia. Sebelum tahun 1993 negeri ini bernama Czechoslovakia, namun seiring dengan runtuhnya komunisme di Eropa Timur, persekutuannya dengan negeri Slovakia-pun bubar sehingga menjadi Republik Ceko. Negeri yang lama hidup dalam cengkeraman komunisme (sejak perang dunia II hingga tahun 1989) ini terkenal telah melahirkan banyak orang-orang besar, utamanya di jagat olahraga, sains, dan budaya. Bahkan mantan Presidennya saja, Vaclac Havel (memerintah pada 1990 – 2003) dikenal sebagai penulis dan dramawan terkenal. Di jagat olahraga tenis, nama-nama Ceko seperti Martina Navratilova, Ivan Lendl, Helena Sukova, Jana Novotna, Hana Mandlikova sudah lama merajai tenis dunia. Belum lagi para pesepakbola seperti Petr Cech, Patrick Berger, Pavel Nedved, dan Karel Poborsky yang lama malang melintang sebagai pesepakbola profesional di liga Inggris, Italia, dan Jerman.
Di luar nama-nama besar tersebut, negeri kecil yang tak memiliki laut ini (landlocked) ternyata juga menjadi rumah bagi minoritas muslim yang jumlahnya kurang dari 10.000 jiwa. Di antara mereka ada seorang mualaf muslimah berkulit putih asli Ceko yang luar biasa.
Namanya Karimah. Bukan nama asli memang. Nama hijrah setelah ia memutuskan kembali ke Islam. Nama aslinya adalah nama khas warga Republik Ceko (CzechRepublic). Nama yang indah namun sukar diucapkan. Namun ia tak hendak menggunakan nama aslinya untuk kepentingan jurnalistik. “Saya seorang pejabat tinggi di Kementerian Kehakiman Czech Republic, dan perjuangan saya selaku seorang mualaf masih panjang, maka gunakan saja nama Karimah,” ujarnya dalam bahasa Inggris yang amat lancar.
Karimah lahir pada tahun 1965 di Republik Ceko (sebelum tahun 1993 bernama Chekoslovakia). Alias kini ia berusia 43 tahun. Di usia yang relatif muda untuk ukuran wanita Eropa ini ia telah menjanda. Suaminya telah meninggal karena sakit dan kini ia hidup dengan putranya yang berusia tujuh belas tahun. Ia tinggal di Prague (atau Praha dalam dialek Indonesia), ibukota Republik Ceko.
Seperti halnya dengan mayoritas rakyat Ceko, Karimah dibesarkan sebagai seorang Atheis. Tidak terlalu aneh, sebagai mantan negara komunis, 60% penduduk Ceko adalah atheis ataupun agnostik, 27% -nya Katolik Roma dan 3% -nya Kristen Protestan. ”Identitas agama tidak menjadi hal yang penting bagi negara dan rakyat Republik Ceko sampai saat ini,” tutur Karimah.
Berbeda dengan kebanyakan rakyat Ceko, kendati atheis, Karimah kecil sejak usia muda sudah tertarik dengan agama. Semua dimulainya pada usia delapan belas tahun ketika ia mempelajari semua agama dan menggali cara hidup orang-orang dari agama yang berbeda. ”Saya senang belajar semua hal. Saya mempelajari teori relativitas waktu Einstein, ilmu-ilmu biologi, astronomi, dan sejarah orang-orang besar. Dari sinilah saya mengenal keagungan Islam.” Tak cukup belajar sendiri, ia belajar Islam dan menyambangi Islamic Center ketika berkesempatan belajar di Inggris. Ketika ke Belanda, ia memaksakan bertemu dengan Famille Fatma Arslan, pengacara pertama di Belanda yang menggunakan hijab, guna mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya tentang menjadi muslimah di Eropa.
”Saya kagum dengan Khalifah Abu Bakar Ash Shidiq yang sudah memperkenalkan prinsip-prinsip good governance (tatakelola pemerintahan yang baik adil bersih dan bebas korupsi) sejak 14 abad silam. Saya kagum dengan hukum peperangan dalam Islam yang sudah dikenal sejak turunnya Al Qur`an dan diperkuat oleh Sunnah Nabi Muhammad, padahal hukum peperangan internasional (humanitarian law) baru dikenal sejak tahun 1907 melalui Konvensi Den Haag dan belakangan pada tahun 1949 melalui Konvensi Jenewa. Namun yang paling membuat saya kagum adalah pribadi Nabi Muhammad SAW sendiri. Saya mempelajari akhlaknya dalam kehidupan, cara memperlakukan tetangga, cara memperlakukan perempuan, termasuk hak-hak suami dan istri dalam perkawinan. Bayangkan, Republik Ceko baru memperkenalkan hukum perjanjian perkawinan antara suami dan istri pada tahun 1998 sementara Islam sudah melakukannya empat belas abad silam!” tukas Karimah bersemangat.
Sulit mempercayai kata-kata indah ini meluncur dari bibir seorang perempuan `bule` berambut pirang yang sepanjang seminar di Salzburg Austria selalu mengenakan jilbab. Siapapun tak akan menyangka bahwa dia adalah muslim karena menutupi kepala di Eropa pada musim dingin adalah perilaku yang biasa dilakukan semua orang demi menahan dingin yang menusuk. Bukan monopoli muslimah saja.
”Masalahnya adalah informasi tentang Islam amat minim bagi rakyat Ceko,” lanjut Karimah. ”Islam dipahami sebatas sebagai agama kekerasan, mengilhami terorisme dan pelaku pemboman, memperkenalkan hukuman cambuk dan rajam bagi pelaku kejahatan dan membolehkan poligami. Banyak orang Ceko yang tidak mengerti Islam.
”Keputusan saya masuk Islam memang dianggap aneh dan luar biasa oleh orang-orang di sekeliling saya. Keluarga saya banyak yang tidak setuju. Anak saya sendiri yang kini berusia 17 tahun berkomentar singkat ketika saya memutuskan masuk Islam : ”Mam, kamu benar-benar sudah gila.” Apalagi saya perempuan, berkulit putih, dan memegang jabatan di Kementerian Kehakiman. Memang, negeri ini tidak melarang orang menganut agama apapun. Namun layaknya negeri sekuler dan mantan komunis pula, untuk terang-terangan memproklamirkan diri sebagai seorang muslim juga bukan hal yang mudah. Sampai saat ini saya masih menyembunyikan keislaman saya, kecuali kepada orang-orang terdekat. Sejak saya masuk Islam pada tahun 2007, saya shalat dan berpuasa Ramadhan di ruangan kantor saya. Alhamdulillah saya memiliki ruangan pribadi. Dan memang saya tidak mengenakan jilbab selama bekerja. Sehingga teman-teman sekantor saya belum banyak yang tahu tentang keislaman saya,” cerita Karimah.
”Komunitas muslim di negeri ini amat minim. Tidak ada angka pasti tentang jumlah muslim di Ceko karena memang sensus penduduk disini tak pernah memasukkan klausul agama penduduk. Namun perkiraan saya sekitar 4000 – 5000 jiwa saja. Diantara jumlah tersebut ada imigran dari Turki maupun Afrika Utara, ada warga Ceko yang masuk Islam karena menikah dengan imigran, dan ada juga mahasiswa muslim dari Mesir, Yaman, Iran, dan Bosnia yang belajar di kampus-kampus Ceko. Muslim asli Ceko yang masuk Islam bukan karena pernikahan, seperti dalam kasus saya ini, adalah amat langka,” papar Karimah bersemangat..
Hanya ada dua masjid di Ceko. Satu di kota Prague (Praha) dan satu lagi di Brno. Itupun tak nampak sebagai masjid karena tak diperlengkapi oleh minaret (menara). Maka, amat wajar apabila komunitas muslim Ceko kesulitan dalam mengembangkan interaksinya. Belum lagi kesulitan dalam mendapatkan makanan halal. ”Alhamdulillah saya sejak dulu tak suka merokok dan minum alkohol. Juga saya jarang makan pork (babi), padahal babi adalah satu makanan pokok warga Ceko. Ini juga yang memudahkan saya masuk Islam,” tutur Karimah.
Karimah memandang persoalan muslim di Ceko tak hanya akibat cara pandang yang salah dari Warga Ceko terhadap muslim namun juga karena perilaku hidup muslim Ceko sendiri. “Sudah muslim disini jumlahnya amat minim, namun yang sedikit ini terkadang juga tidak menunjukkan keindahan dan keagungan Islam. Beberapa muslim terkadang melakukan tindakan kriminal dan tindakan tak terpuji lainnya. Yang muslimah seringkali berbusana muslim dengan warna-warna hitam dan warna gelap lainnya, sehingga tampak menakutkan di mata orang awam.”
Tantangan berikutnya dan sekaligus harapan, menurut muslimah yang tengah menuntaskan disertasi Doktornya tentang Hukum Perdata Islam dan Hukum Internasional di Universitas Ceko ini, adalah ia menginginkan Republik Ceko mengakui Islam sebagai salah satu agama yang hidup di Ceko. Iapun menginginkan jumlah muslim dan jumlah masjid bertambah banyak di Ceko. Satu lagi keinginan pribadinya, “saya ingin naik haji suatu waktu. Saya akan ambil cuti sebatas waktu yang diperlukan untuk naik haji sehingga tak ada seorangpun tahu saya pergi haji.”
Di ujung perjumpaan kami, Karimah tak lupa menitipkan pesan :”Mari sama-sama memberikan perhatian kepada minoritas muslim di Republik Ceko. Kami memang sedikit tapi adalah saudara anda juga. Perjuangan saya selaku mualaf dalam memperkenalkan Islam di Republik Ceko masih panjang, maka bantulah saya. Lalu, berikanlah informasi yang benar dan memadai tentang Islam kepada rakyat Ceko sehingga mereka dapat mengapresiasi Islam dengan baik, fi amaanillah….” ujarnya.
Leave a Reply