KETIKA MERAH PUTIH BANJIRI GAJAH PUTIH
Heru Susetyo
Mahasiswa Program Doktor Mahidol University, Bangkok-Thailand/ Mantan Ketua Persatuan Mahasiswa Indonesia di Thailand (PERMITHA) 2009 – 2010
Ada fenomena menarik belakangan ini, yaitu ‘merah putih membanjiri gajah putih’, alias maraknya wisatawan Indonesia pergi ke negeri ‘Gajah Putih” Thailand. Karena, kini berwisata ke Bangkok, Pattaya, Damnoen Saduak, Ampawa, Phuket, Chiang Mai, Chiang Rai dan spot-spot turis lainnya di Thailand bagi sebagian orang Indonesia sudah tidak aneh lagi. Utamanya di Bangkok area sampai Pattaya dan di sekitar Phuket-Phang Nga-Krabi, amat mudah menemukan turis Indonesia. Berdasarkan catatan KBRI Bangkok, pada tahun 2011 ada 286 ribu wisatawan Indonesia ke Thailand dan meningkat menjadi 350 ribu jiwa pada tahun 2012.
Di beberapa spot, utamanya tempat belanja, turis Indonesia bisa dibilang adalah ‘raja’ -nya. Sebutlah di Mahboonkrong (MBK) Mall yang berlokasi di Pathumwan, downtown Bangkok. Hampir setiap lantai ada saja orang yang berbicara bahasa Indonesia atau bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Juga di Talad Chatucak (Weekend Market) yang buka hanya di hari Sabtu dan Minggu. Spot favorit lainnya adalah Wat Arun, di tepi Sungai Chao Phraya (yang bukan kebetulan ada tempat belanjanya juga) dan Grand Palace (Wat Phra Kaew) dan Wat Po.
Saking banyaknya turis asal Indonesia di sentra-sentra belanja, tak sedikit pedagang Thailand yang bisa bicara bahasa Indonesia, minimalnya untuk mengatakan : ‘murah-murah’, ‘tidak mahal’, ‘boleh kurang’, ’seratut baht’ ‘tiga ratut baht’ dan lain-lain.
Mengapa turis Indonesia kini mulai gemar ke Thailand? Seperti diceritakan oleh SINDOWeekly (“Bukan Cuma Esek-Esek”, 17/4/2013), pertumbuhan Thailand, utamanya kota Bangkok dalam beberapa tahun terakhir sungguh mengagumkan. Bangkok kini tidak hanya identik dengan bisnis esek-esek. Pesatnya pembangunan transportasi dan kemudahan akses dalam bergerak di sekitar kota amat menunjang pariwisata di negeri Siam ini.
Berikutnya, adalah kemudahan dan kemurahan transportasi dari dan ke Thailand. Ketika, banyak turis Indonesia yang mulai ‘bosan’ pergi ke negeri tetangga terdekat seperti Singapura dan Malaysia. Maka, Thailand, dan belakangan Vietnam, menjadi pilihan.
Thailand dan Vietnam menjadi pilihan antara lain karena kedua negeri ini juga bebas visa kunjungan untuk 30 hari (sebagai sesama anggota ASEAN) juga menyediakan banyak penerbangan langsung (direct flight) dengan pilihan waktu dan airlines yang beragam. Ada banyak penerbangan ke Bangkok dari Jakarta per April 2013 ini. Paling tidak ada empat direct flight dari empat airlines yang berbeda :Thai Airways (sekali sehari) Garuda Indonesia tiga kali sehari (direct flight) , Air Asia dua kali dan Tiger Airways (Mandala) dua kali sehari. Belum lagi airlines yang transit/ stopover seperti Malaysia Airlines (Jakarta-KL-Bangkok), Singapore Airlines (Jakarta-Singapore-Bangkok) dan Jetstar (Jakarta-Singapore-Bangkok). Dari Jakarta-pun bisa terbang ke Phuket langsung di Thailand Barat Daya tanpa melalui Bangkok.
Dan tidak hanya dari Jakarta. Penduduk Indonesia dari kota Medan, Surabaya dan Denpasar bisa ke Bangkok tanpa lewat Jakarta, dengan Air Asia. Penduduk Padang, Palembang, Banda Aceh, Yogyakarta, Bandung, Balikpapan dan Makassar bisa ke Bangkok via (transit) di Kuala Lumpur. Singkatnya, kini begitu mudah menuju Bangkok. Apalagi, kini biaya fiskal untuk bepergian ke luar negeri sudah dihapus pula.
Maka, bisa dibilang, kini lebih banyak penduduk Jabodetabek yang pernah ke Bangkok dan Phuket ketimbang penduduk Jakarta yang pernah ke Ternate atau Ambon dan Jayapura. Banyak yang lebih kenal lekuk lekuk Koh Phi Phi, Phuket, Maya Bay, Krabi, Pattaya, Sukhumvit Road, Koh Samui, Silom, Chao Phraya dan Chiang Mai, ketimbang indahnya Morotai, Wakatobi, Pantai Pink di Pulau Komodo, Raja Ampat, Taman Laut Banda, Pulau Mentawai, Pantai Tanjung Bira dan lain sebagainya.
Hal ini melegakan sekaligus memprihatinkan. Melegakan, karena makin banyak orang Indonesia yang mulai senang melancong ke luar negeri. Berpergian adalah bagian dari proses mengembangkan wawasan dan menambah pengetahuan. Sekaligus, pertanda, untuk sebagian orang, isi kantong mereka sudah lumayan membaik. Memprihatinkan, karena sejatinya bumi Indonesia jauh lebih menarik untuk dijelajahi. Lebih banyak pilihan spot-spot tourism. Mulai pulau, pegunungan, lembah, air terjun, danau, sungai, taman laut, laguna, perkebunan teh, pantai-pantai yang cantik, budaya-budaya lokal yang bervariasi dan sarat nilai peradaban.
Bentang wilayah Indonesia adalah empat kali luas Thailand, penduduk Indonesia empat kali lipat penduduk Thailand, pulau-pulau Indonesia lebih banyak daripada Thailand. Namun mengapa orang pergi ke Koh Phi Phi dan tidak ke Wakatobi? pergi ke Pattaya dan bukannya ke Tanjung Bira di Bulukumba?
Mengapa tom yam kung, somtam dan pad thai lebih dikenal ketimbang rendang, gado-gado dan gudeg? mengapa tuktuk lebih menarik ketimbang bajaj? mengapa Suvarnabhumi lebih sering didarati pesawat asing ketimbang Soekarno Hatta? mengapa Thailand dibanjiri 16 juta turis dalam setahun sementara Indonesia 8 juta turis saja yang datang?
Mengapa restoran Thailand tersebar banyak di seluruh dunia sementara restoran Indonesia tidak banyak tersebar di negeri asing kecuali di Malaysia, Saudi Arabia, Hong Kong dan Netherlands? Mengapa juga banyak restoran Thailand di Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia, namun hanya ada satu-dua restoran Indonesia di Bangkok?
Negeri dan warga Thailand memang pandai ‘menjual’ negerinya. Di luar kemudahan dan kemurahan transportasi, kesiapan infrastruktur, fasilitas dan kerjasama pemerintah-warga juga amat mendukung. Dimana-mana di seluruh Thailand mudah menemukan ATM dan Money Changer. Tidak sedikit bank yang tetap buka di hari Sabtu dan Minggu. Kejahatan terhadap wisatawan asing bila dibilang minim. Perempuan berjalan sendirian di tengah malam bukan suatu persoalan besar. Sedikit pedagang yang memaksa atau menipu turis dalam menjual barang dagangannya. Produk dagangan juga dikemas semenarik mungkin. Sayuran dan buah-buahan selalu tampak segar dan sehat. Juga, kemasan produk selalu ditampilkan dalam wujud yang mengundang selera.
Promosi dan marketing pariwisata Thailand juga amat gencar. Perwakilan Thailand di luar negeri adalah merangkap ‘agen wisata’ yang gencar melakukan promosi budaya dan wisata Thailand. Kemudian, di dalam negeri sendiri, disiapkan sejumlah pemandu wisata yang lihai berbicara banyak bahasa, termasuk bahasa Melayu dan bahasa Indonesia. Bahkan, tidak sedikit tempat wisata yang menyediakan penjelasan dalam bahasa Melayu/ Indonesia.
Kemudahan, kemurahan, keamanan dan kenyamanan adalah kunci sukses Thailand dalam ‘menjual’ negerinya. Juga kerjasama antara negara dengan seluruh komponen rakyat yang bersama-sama bersepakat untuk mensukseskan pariwisata Thailand adalah salah satu modal utama Sepertinya mereka semua sadar bahwa pariwisata adalah salah satu nyawa penggerak nafas kehidupan negeri Ratu Sirikit ini.
Salaya, Nakorn Pathom 28 April 2013
Leave a Reply